Kajian "Cinta Dunia" & "jadilah pemenang jangan pecundang"

20:00
Alhamdulillah, wasshalaatu wassalaamu 'alaa Rasuulillaah. Jadilah SEIMBANG, karena kita jadi umat terbaik dengan itu :
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan 95 agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. ..... (QS. 2:143) "

95 Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat.

Cinta Dunia yang Berlebih (KH. Abdullah Gymnastiar)
Rasulullah saw adalah contoh seorang pemimpin yang sangat dicintai umatnya; seorang suami yang menjadi kebanggaan keluarganya; pengusaha yang dititipi dunia tapi tak diperbudak oleh dunia karena beliau adalah orang yang sangat terpelihara hatinya dari silaunya dunia. Tidak ada cinta terhadap dunia kecuali cinta terhadap Allah. Kalaupun ada cinta pada dunia, hakikatnya itu adalah cinta karena Allah. Inilah salah satu rahasia sukses Rasulullah saw.

Apa yang dimaksud dengan dunia? Firman-Nya, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan… Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadiid:20)

Dunia adalah segala sesuatu yang membuat kita lalai kepada Allah swt. Misalnya, salat, saum atau sedekah, tetap dikatakan urusan dunia jika niatnya ingin dipuji makhluk hingga hati lalai terhadap Allah swt.

Sebaliknya, orang yang sibuk siang malam mencari uang untuk didistribusikan kepada yang memerlukan atau untuk kemaslahatan umat — bukan untuk kepentingan pribadi — bukan untuk kepentingan pribadi terhadap Allah swt, walau aktivitasnya seolah duniawi. Artinya, segala sesuatu yang membuat kita taat kepada Allah swt, maka hal itu bukanlah urusan dunia.

Bagaimana ciri orang yang cinta dunia? Jika seseorang mencintai sesuatu, maka dia akan diperbudak oleh apa yang dicintainya. Jika orang sudah cinta dunia, maka akan datang berbagai penyakit hati. Ada yang menjadi sombong, dengki, serakah atau capek memikirkan yang tak ada. Makin cinta pada dunia, makin serakah. Bahkan, bisa berbuat keji untuk mendapatkan dunia yang diinginkannya. Pikirannya selalu dunia, pontang-panting siang malam mengejar dunia untuk kepentingan dirinya.

Ciri lainnya adalah takut kehilangan. Seperti orang yang bersandar ke kursi, maka akan takut sandarannya diambil. Orang yang bersandar ke pangkat atau kedudukan, maka ia akan takut pangkat atau kedudukannya diambil. Oleh sebab itu, pencinta dunia itu tidak pernah merasa bahagia.

Rasulullah saw yang mulia, walau dunia lekat dan mudah baginya, tetapi semua itu tidak pernah sampai mencuri hatinya. Misalnya, saat pakaian dan kuda terbaiknya ada yang meminta, beliau memberikannya dengan ringan. Beliau juga pernah menyedekahkan kambing satu lembah. Inilah yang membuat beliau tak pernah terpikir untuk berbuat aniaya.

Semua yang ada di langit dan di bumi titipan Allah swt semata. Kita tidak mempunyai apa-apa. Hidup di dunia hanya mampir sebentar saja. Terlahir sebagai bayi, membesar sebentar, semakin tua, dan akhirnya mati. Kemudian terlahir manusia berikutnya, begitu seterusnya.

Bagi orang-orang yang telah sampai pada keyakinan bahwa semuanya titipan Allah dan total milik-Nya, ia tidak akan pernah sombong, minder, iri ataupun dengki. Sebaliknya, ia akan selalu siap titipannya diambil oleh Pemiliknya, karena segala sesuatu dalam kehidupan dunia ini tidak ada artinya. Harta, gelar, pangkat, jabatan, dan popularitas tidak akan ada artinya jika tidak digunakan di jalan Allah. Hal yang berarti dalam hidup ini hanyalah amal-amal kita. Oleh sebab itu, jangan pernah keberadaan atau tiadanya “dunia” ini meracuni hati kita. Jika memiliki harta dunia, jangan sampai sombong, dan jika tidak adanya pun, tidak perlu minder.

Kita harus meyakini bahwa siapa pun yang tidak pernah berusaha melepaskan dirinya dari kecintaan terhadap dunia, maka akan sengsara hidupnya. Mengapa? Sumber segala fitnah dan kesalahan adalah ketika seseorang begitu mencintai dunia. Semoga Allah swt mengaruniakan pada kita nikmatnya hidup yang tak terbelenggu oleh dunia. Wallahu a’lam.

PEMENANG DAN PECUNDANG (dari blog Ust. Abuyahya)
PEMENANG berfokus untuk mencapai sukses.
PECUNDANG berfokus untuk menghindari kegagalan.

PEMENANG membantu orang lain mencapai sukses agar dirinya juga mencapai sukses.
PECUNDANG hanya bisa mengkritik orang lain agar dirinya merasa hebat dan kelihatan lebih baik.

PEMENANG mencari solusi dan bertindak memecahkan masalah.
PECUNDANG membicarakan masalah dan tidak berbuat apa-apa.

PEMENANG bertindak sesuai prioritas untuk mencapai targetnya.
PECUNDANG bertindak tanpa tujuan karena tidak mempunyai target.

PEMENANG menganggap kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda.
PECUNDANG menganggap kesuksesan adalah kegagalan yang tertunda.

PEMENANG menganggap kesulitan adalah tantangan dan berhasil menaklukannya.
PECUNDANG menganggap kesulitan adalah akhir dari segalanya dan alasan untuk menyerah.

PEMENANG menemukan solusi dari setiap masalah.
PECUNDANG menemukan masalah dari setiap solusi.

PEMENANG tidak berkeluh kesah bekerja keras mencapai sukses.
PECUNDANG selalu berkeluh kesah walaupun tidak berbuat apa-apa.

Kemudahan2 Sudah Menunggu Di Depanmu, Percayalah!

19:56
AlhamdulilLaahi wash Shalaatu was Salaamu 'alaa RasuulilLaahi, wa ba'du

Sejak pindah dari Griya Permai (Perumahan Martuwa Indah ... maksa) pertengahan tahun lalu ke Graha Puspa (yg ini perumahan beneran), saya agak jarang ke tengah kota Bandung. Lebih sering menjalani rute Lembang-Cikole.

Hari Selasa yang lalu saya dan istri saya sengaja janjian di rumah lama kami (Griya Permai, Jln. Veteran 67 Bandung), setelah masing-masing menjalani kesibukan berbeda : istri saya mengobati jasmani di tempat prakteknya, dan saya mengobati rohani ngisi pengajian ;).

Ternyata, paviliun rumah sudah dikontrakkan jadi outlet pempek Palembang. Sambil nunggu, saya makan dulu pempek (tentu setelah telpon nyonya, minta ijin makan duluan) dan memesan es kacang merah (kacang abang), yang baru pertamakalinya saya temui. Khoq bisa ya, kacang merah jadi "merk" es, padahal biasanya disayur? Tapi, karena sering juga makan es campur yang di atasnya ditambah variasi kacang hijau (kacang ijo), saya bersabar saja menunggu pesanan datang. Dalam hati saya berfikir, paling-paling sama aja : ditempatkan sedikit di atas es, buat variasi saja.

Ketika pesanan datang, ternyata dugaan saya sepintas tidak salah. Setumpuk es ditempatkan dalam mangkuk gelas, dan di atasnya ada sedikit kacang merah ditambah susu coklat. Saya tidak sabar lagi, langsung saja saya dulukan menyantap kacang dan coklatnya yang di atas es sampai habis...hmm, ternyata enak juga! Tapi, khoq pelit amat, ya, kacangnya cuma sedikit. Kebayang "penderitaan" menghabiskan es sisanya, karena yang terbaik sudah disantap duluan.

Dengan ogah-ogahan saya santap saja es di bawahnya sesuap demi sesuap. Eh, ternyata di balik timbunan es masih ada sesuatu lagi. SubhaanalLaah, ternyata di dasar mangkuk terdapat buanyaak..kacang merah yang tadi saya "dambakan"! Tentu semangat menghabiskan sisanya berbalik seratus delapan puluh derajat jadi "semangat empat lima". Tas...tuntas!

Apa maksud saya menulis semua ini?

Saya teringat bunyi suatu hadits, yang kurang lebih maknanya : Allah SWT menertawakan hambaNya yang dirundung susah, padahal Allah mengetahui di hadapan hamba tersebut sudah banyak kemudahan yang telah Allah takdirkan.

Nah, selamat ditertawakan, atau lebih baik bersabar saja?

" [5] Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,

[6] sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

[7] Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,

[8] dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. " (Alam Nasyrah : 5-8).

WalLaahu Ta'aalaa a'lam.

Aqidah Imam Asy Syafi'i RAHIMAHULLAAH

19:50
Imam adz-Dzahabi meriwayatkan dari al-Muzani, katanya, “Apabila ada orang yang dapat mengeluarkan unek-unek yang berkaitan dengan masalah tauhid yang ada didalam hati saya, maka orang itu adalah Imam Syafi’i.”

Saya pernah dengar di masjid Cairo dengan beliau, ketika saya mendepat didepan beliau, dalam hati saya terdapat unek-unek yang berkaitan dengan masalah tauhid. Kata hatiku, saya tahu bahwa seseorang tidak akan mengetahui ilmu yang ada pada diri Anda, maka apa sebenarnya yang ada pada diri Andar?

Tiba-tiba beliau marah, lalu bertanya: “Tahukah kamu, dimana kamu sekarang?” Saya menjawab: “Ya”. Beliau berkata : “Ini adalah tempat dimana Allah menenggelamkan Fir’aun. Apakah kamu tahu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa salam pernah menyuruh bertanya masalah yang ada dalam hatimu itu?”. “Tidak”, jawab saya. “Apakah para sahabat pernah membicarakan hal itu?”. “Tidak”, jawab saya. “Berapakah jumlah bintang dilangit?”, tanya beliau lagi. “Tidak tahu”, jawab saya. “Apakah kamu tahu jenis bintang-bintang itu, kapan terbitnya, kapan terbenamnya, dari bahan apa bintang-bintang itu diciptakan?”, tanya beliau. “Tudaj tahu” jawab saya. “Itu masalah makhluk yang kamu lihat dengan mata kepalamu, ternyata kamu tidak tahu. Mana mungkni kamu mau membicarakan tentang ilmu Pencipta makhluk itu”, kata beliau mengakhiri.

Kemudian beliau menanyakan kepada saya tentang masalah wudhu’, ternyata jawaban saya salah. Beliau lalu mengembangkan masalah itu menjadi empat masalah, ternyata jawaban saya juga tidak ada yang benar. Akhirnya beliau berkata: “Masalah yang kamu perlukan tiap hari lima kali saja tidak kamu pelajari. Tetapi kamu justru berupaya untuk mengetahui ilmu Allah. Ketika hal itu berbisik dalam hatimu. Kembali saja kepada firman Allah :

“Dan tuhanmu adalah Tuhan yang satu. Tidak ada tuhan (yang Haq) selain Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya didalam penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, bahtera yang berjalan dilautan dengan membawa barang-barang bermanfaat bagi manusia, dan air hujan yang diturunkan Allah dari langit dimana kemudian dengan air itu Allah hidupkan bumi setelah ia mati (gersang) dan Allah menyebarkan diatas bumi semua binatang melata, dan pengisaran angin dan awan yang direndahkan antara langit dan bumi, semuanya itu merupakan tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (al-Baqarah: 163-164)

“Karenanya”, lanjut Iman Syafi’i, “Jadikanlah makhluk itu sebagai bukti atas kekuasaan Allah, dan janganlah kamu memaksa-maksa diri untuk mengetahui hal-hal yang tidak dapat dicapai oleh akalmu.

Dalam kitab Juz al-I’tiqad, yang disebut-sebut sebagai karya Imam Syafi’i, dari riwayat Abu Thalib al-’Isyari, ada sebuah keterangan sebagai berikut:

“Imam Syafi’i pernah ditanya tentang sifat-sifat Allah, dan hal-hal yang perlu diimani, jawab beliau: “Allah Tabaraka wa ta’ala memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang disebutkan dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa salam, yang siapapun dari umatnya tidak boleh menyimpang dari ketentuan seperti itu setelah memperoleh keterangan (hujjah). Apabila ia menyimpang dari ketentuan setelah ia memperoleh hujjah tersebut, maka kafirlah dia. Namun apabila ia menyimpang dari ketentuan sebelum ia memperoleh hujjah, maka hal itu tidap apa-apa baginya. Ia dimaafkan karena ketidaktahuannya itu. Sebab untuk mengetahui sifat-sifat Allah itu tidak mungkin dilakukan dengan akal dan pikiran, tetapi hanya berdasarkan keterangan-keterangan dari Allah. Bahwa Allah itu mendengar, Allah mempunyai dua tangan:

“Tetapi kedua tangan Allah itu terbuka” (al-Maidah: 64)

Dan bahwa Allah itu mempunyai tangan kanan



Dan langit itu dilipat tangan kanan Allah” (az-Zumar: 67)

Dan Allah juga punya wajah:

“Segala sesuatu akan hancur kecuali wajah Allah” (al-Qashash: 88 )

“Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan” (ar-RahmanL 27)

Allah juga mempunyai telapak kaki, ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa salam :

“Sehingga Allah meletakkan telapak kaki-Nya di Jahannam” (Shahih Bukhari, Kitab at-Tafsir, VII/594. Shahih Muslim, kitab al-Jannah, IV/2187)

Allah tertawa terhadap hamba-Nya yang mukmin, sesuai dengan sabda Rasululllah kepada orang yang terbunuh dalam jihad fi sabilillah, bahwa “kelah akan bertemu dengan Allah, dan Allah tertawa kepadanya” (Shahih Bukhari, kitab al-Jihad, VI/39. Shahih Muslim, kitab al-Imarat, III(1504)

Allah turun setiap malam ke langit yang terdekat dengan bumi, berdasarkan hadits Nabi Shallallahu alaihi wa salam tentang hal itu. Mata Allah tidak pecak sebelah, sesuai dengan hadits Nabi Shallallahu alaihi wa salam yang menyebutkan, bahwa “Dajjal itu pecak sebelah matanya. Sedangkan Allah tidak pecak sebelah mata-Nya”. (Shahih Bukhari, kitab al-Fitan, XIII/91. Shahih Muslim kitab al-Fitan, IV/2248 )

Orang-orang mukmin kelak akan melihat Allah pada hari kiamat dengan mata kepala mereka, seperti halnya mereka melihat bulan purnama. Allah juga punya jari jemari, berdasarkan hadit Nabi Shallallahu alaihi wa salam:



Tidak ada satu buah hati kecuali ia berada diantara jari-jari Allah ar-Rahman” (Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, IV/182. Sunan Ibn Majah, I/72, Mustadrak al-hakim, I/525. al-Ajiri, asy-syari’ah, hal. 317. Ibn Mnada, ar-Radd)

Pengertian sifat-sifat seperti ini, dimana Allah telah mensifati diri-Nya sendiri dan Nabi Shallallahu alaihi wa salam juga mensifatiNya, tidak dapat diketahui hakikatnya oleh akal dan pikiran. Orang yang tidak mendengar keterangan tentang hal itu tidak dapat disebut kafir. Apabila ia telah mendenga keterangan sendiri secara langsung, maka ia wajib meyakininya seperti halnya kita harus menetapkan sifat-sifat itu tanpa tasybih (menyerupakan) Allah dengan makhluk-Nya, sebagaimana juga Allah tidak menyerupakan makhluk apapun dengan diri-Nya, Allah berfirman:

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (asy-Syura: 11)

(sumber : Aqidah Imam Empat karangan Syaikh Muhammad bin Abdurrahman al-Khumais. Diterjemahkan oleh Ali Musa Ya’qub, MA)

"Hari inikah Pemakamanku?" (Muhasabah)

19:48
Hari inikah pemakamanku?
Perlahan, tubuhku ditutupi tanah,
perlahan, semua pergi meninggalkanku,
masih terdengar jelas langkah-langkah terakhir mereka,
aku sendirian, di tempat gelap yang tak pernah terbayang,
sendiri, menunggu keputusan...

Orang tua yang belum sempat ku bahagiakan pun pergi
Saudara yang sering ku sakiti pun tak menemani
Teman dekat yang kubanggakan tak juga disisi
Harta yang ku kumpulkan tak juga terbawa sedikitpun
Jasad yang dulu tegak dengan kesombongan kini terdiam tak berkutik

Tetapi aku tetap sendiri,
disini, menunggu perhitungan ...

Menyesal sudah tak mungkin,
Tobat tak lagi dianggap,
dan ma'af pun tak bakal didengar,
aku benar-benar harus sendiri...

Tuhanku, (entah dari mana kekuatan itu datang, setelah sekian lama aku tak lagi dekat dengan-Nya),
jika Kau beri aku satu lagi kesempatan,
jika Kau pinjamkan lagi beberapa hari milik-Mu,
beberapa hari saja...
Aku akan berkeliling, memohon ma'af pada mereka,
yang selama ini telah merasakan zalimku,
yang selama ini sengsara karena aku,
yang tertindas dalam kuasaku,
yang selama ini telah aku sakiti hatinya
yang selama ini telah aku bohongi
Aku harus kembalikan, semua harta kotor ini,
yang kukumpulkan dengan wajah gembira,
yang kukuras dari sumber yang tak jelas,
yang kumakan, bahkan yang kutelan.
Aku harus tuntaskan janji-janji palsu yg sering ku umbar dulu.

Dan Tuhan,
beri lagi aku beberapa hari milik-Mu,
untuk berbakti kepada ayah dan ibu tercinta,
teringat kata-kata kasar dan keras yang menyakitkan hati mereka,
maafkan aku ayah dan ibu,
mengapa tak kusadari betapa besar kasih sayangmu ...

beri juga aku waktu,
untuk berkumpul dengan istri dan anakku,
untuk sungguh-sungguh beramal soleh,
Aku sungguh ingin bersujud dihadapan-Mu,
bersama mereka ...

begitu sesal diri ini,
karena hari-hari telah berlalu tanpa makna penuh kesia-siaan,
kesenangan yang pernah kuraih dulu,
tak ada artinya sama sekali ...

mengapa ku sia-siakan saja,
waktu hidup yang hanya sekali itu,
andai ku bisa putar ulang waktu itu ...

Hari inikah pemakamanku?
dan semua menjadi tak terma'afkan,
dan semua menjadi terlambat,
dan aku harus sendiri,
untuk waktu yang tak terbayangkan ...

Jalan Yang Lurus, Jalan Org2 Yg diberi ni'mat dan menyebarkan ni'mat ...

19:45
Ini adalah kisah seorang Syekh yang sangat terkenal di Zamannya bahkan sampai hari ini, dia adalah Yang Mulia Syekh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz :

Penulis : Mamduh Farhan al-Buhairi (Pengasuh Majalah Qiblati)

Salah seorang murid Syaikh Ibnu Utsaimin menceritakan kisah ini kepada Syekh Mamduh Farhan al-Buhairi. Dia berkata: “Pada salah satu kajian Syaikh Ibn ‘Utsaimin di Masjidil Haram, salah seorang murid beliau bertanya tentang sebuah masalah yang di dalamnya ada syubhat, beserta pendapat dari Syaikh bin Baz tentang masalah tsb.

Maka Syaikh ‘Utsaimin menjawab pertanyaan penanya serta memuji Syaikh bin Baz. Di tengah-tengah kajian, tiba-tiba ada seorang lelaki dengan jarak kira-kira 30 orang dari arah disampingku, kedua matanya mengalirkan air mata dengan deras, dan suara tangisannyapun keras hingga para muridpun mengetahuinya.

Di saat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin selesai dari kajian, dan majelis sudah sepi, aku melihat kepada pemuda yang tadi menangis. Ternyata dia dalam keadaan sedih, dan bersamanya sebuah Al-Qur’an. Akupun lebih mendekat hingga kemudian aku bertanya kepadanya setelah kuucapkan salam: “Bagaimana kabarmu wahai akhi, apa yang membuatmu menangis?”

Maka diapun menjawab dengan bahasa yang mengharukan:

“JazakalLaahu khairan.” Akupun mengulangi pertanyaanku sekali lagi: “Apa yang membuatmu menangis akhi?” Diapun menjawab dengan tekanan suara yang haru: “Tidak ada apa-apa, sungguh aku telah ingat Syaikh bin Baz, maka akupun menangis.” Kini menjadi jelas bagiku dari penuturannya bahwa dia dari Pakistan, sedang dia mengenakan pakaian orang Saudi.

Dia meneruskan keterangannya: “Dulu aku mempunyai sebuah kisah bersama Syaikh bin Baz, yaitu 10 tahun yang lalu, aku bekerja sebagai satpam pada salah satu pabrik batu bata di kota Thaif. Suatu ketika datang sebuah surat dari Pakistan kepadaku yang menyatakan bahwa ibuku dalam keadaan kritis, yang mengharuskan operasi untuk penanaman sebuah ginjal. Biaya operasi tsb membutuhkan 7000 Riyal Saudi (kurang lebih 17 juta Rupiah). Jika tidak segera dioperasi dalam sepekan, bisa jadi dia akan meninggal. Sedangkan ibuku berusia lanjut.

Saat itu, aku tidak memiliki uang selain 1000 Riyal, dan aku tidak mendapati orang yang mau memberi atau meminjami uang. Maka akupun meminta kepada perusahaan untuk memberiku pinjaman, tapi mereka menolak. Maka akupun menangis sepanjang hari, dia adalah ibu yang telah merawatku, dan tidak tidur karena aku. Pada situasi yang genting tsb, aku memutuskan untuk mencuri pada salah satu rumah yang bersebelahan dengan perusahaan pada jam 2 malam.

Akhrinya, beberapa saat setelah aku melompati pagar rumah tsb, aku tidak merasakan apa-apa kecuali para polisi tengah menangkap dan melemparkanku ke mobil mereka, setelah itu duniapun terasa menjadi gelap. Tiba-tiba, sebelum shalat subuh para polisi mengembalikanku ke rumah yang telah kucuri, dan mereka memasukkanku ke sebuah ruangan kemudian pergi.

Setelah itu tiba-tiba ada seorang pemuda yang menghidangkan makanan seraya berkata: “Makanlah, dengan membaca bismillah!” Akupun tidak mempercayai apa yang tengah kualami. Dan saat adzan shalat subuh, mereka berkata kepadaku, “Wudhu’lah untuk shalat!” Saat itu rasa takut masih menyelimutiku. Tiba-tiba datang seorang lelaki yang sudah lanjut usia dipapah salah seorang pemuda masuk menemuiku. Kemudian dia memegang tanganku dan mengucapkan salam kepadaku seraya berkata: “Apakah engkau sudah makan?” Akupun menjawab: “Ya, sudah.”

Kemudian dia memegang tangan kananku dan membawaku ke masjid bersamanya, dan kami shalat subuh. Setelah itu aku melihat lelaki tua yang memegang tanganku tadi duduk di atas kursi di bagian depan masjid, sementara jama’ah shalat dan banyak murid mengitarinya. Kemudian Syaikh tsb memulai berbiacara menyampaikan sebuah kajian kepada mereka, maka akupun meletakkan tanganku di atas kepalaku karena malu dan takut.

Ya Allah, apa yang telah kulakukan? Aku telah mencuri di rumah Syaikh bin Baz? Sebelumnya aku telah mendengar nama beliau, dan beliau telah terkenal di negeri kami, Pakistan. Akhirnya setelah Syaikh bin Baz selesai dari kajian, mereka membawaku ke rumah sekali lagi. Syaikhpun memegang tanganku, dan kami sarapan pagi dengan dihadiri oleh banyak pemuda. Syaikh mendudukkanku di sisi beliau. Di tengah makan beliau bertanya kepadaku: “Siapa namamu?” Kujawab: “Murtadho” Beliau bertanya lagi: “Mengapa engkau mencuri?” Maka aku ceritakan kisah ibuku. Beliau berkata: “Baik, kami akan memberimu 9000 Riyal. “Aku berkata kepada beliau: “Yang kubutuhkan cuma 7000 Riyal” Beliau menjawab: “Sisanya untukmu, tetapi jangan lagi mencuri wahai anakku.”

Akupun mengambil uang tsb, dan berterima kasih kepada beliau dan berdo’a untuk beliau. Aku pergi ke Pakistan, lalu melakukan operasi untuk ibu. dan Alhamdulillah, ibuku sembuh. 5 bulan setelah itu, aku kembali ke Saudi, dan langsung mencari keberadaan Syaikh bin Baz, dan aku pergi ke rumah beliau. Aku mengenali beliau dan beliaupun mengenaliku, kemudian beliaupun bertanya tentang ibuku. Aku berikan 1500 Riyal kepada beliau, dan beliau bertanya: “Apa ini?” Kujawab: “Itu sisanya” maka beliau berkata: “Ini untukmu” kukatakan: “Wahai Syaikh saya memiliki permohonan kepada anda” Maka beliau menjawab: “Apa itu wahai anakku” lalu kujawab: “Aku ingin bekerja kepada anda sebagai pembantu atau apa saja, aku berharap dari anda wahai Syaikh, janganlah menolak permohonan saya, mudah-mudahan Allah menjaga anda.” Maka beliau menjawab: “Baiklah” Aku pun bekerja di rumah Syaikh hingga beliau wafat.

Selang beberapa waktu dari pekerjaanku di rumah Syaikh, salah seorang pemuda yang mulazamah kepada beliau memberitahuku tentang kisahku ketika aku melompat ke rumah beliau hendak mencuri di rumah Syaikh. Dia berkata: “Sesungguhnya ketika engkau melompat ke dalam rumah, Syaikh bin Baz saat itu sedang shalat malam, dan beliau mendengar sebuah suara di luar rumah. Maka beliau menekan bel yang beliau gunakan untuk membangunkan keluarga untuk shalat fardhu saja. Maka mereka terbangun semua sebelum waktunya, dan mereka merasa heran dengan hal ini. Maka beliau memberi tahu bahwa beliau telah mendengar sebuah suara. Kemudian mereka memberi tahu salah seorang penjaga keamanan, lalu dia menghubungi polisi. Mereka datang dengan segera dan menangkapmu.

Tatkala Syaikh mengetahui hal ini, beliau bertanya: “Kabar apa?” Mereka menjawab: “Seorang pencuri berusaha masuk, mereka sudah menangkap dan membawanya ke kepolisian.” Maka Syaikhpun berkata sambil marah: “Tidak, tidak, hadirkan dia sekarang dari kepolisian, dia tidak akan mencuri kecuali dia orang yang membutuhkan.”

Maka disinilah kisah tsb berakhir. Aku katakan kepada pemuda tsb: “Sungguh satu matahari sudah terbenam, seluruh umat ini terasa berat, dan menangisi perpisahan dengan beliau. Berdirilah sekarang, marilah kita shalat dua rakaat dan berdo’a untuk Syaikh.”

Mudah-mudahan Allah merahmati Syaikh bin Baz dan Ibnu ‘Utsaimin, dan menempatkan keduanya di keluasan Syurga-Nya, Amiin…

Satu Ucapan, Rugi Kehidupan

19:43
oleh: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
(Pengasuh Radio Muslim Jogjakarta)

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, wa shalaatu wa salaamu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Sudah sering kita mendengar ucapan semacam ini menjelang perayaan Natal yang dilaksanakan oleh orang Nashrani. Mengenai dibolehkannya mengucapkan selamat natal ataukah tidak kepada orang Nashrani, sebagian kaum muslimin masih kabur mengenai hal ini. Sebagian di antara mereka dikaburkan oleh pemikiran sebagian orang yang dikatakan pintar (baca: cendekiawan), sehingga mereka menganggap bahwa mengucapkan selamat natal kepada orang Nashrani tidaklah mengapa (alias ‘boleh-boleh saja’). Bahkan sebagian orang pintar tadi mengatakan bahwa hal ini diperintahkan atau dianjurkan.

Namun untuk mengetahui manakah yang benar, tentu saja kita harus merujuk pada Al Qur’an dan As Sunnah, juga pada ulama yang mumpuni, yang betul-betul memahami agama ini. Ajaran islam ini janganlah kita ambil dari sembarang orang, walaupun mungkin orang-orang yang diambil ilmunya tersebut dikatakan sebagai cendekiawan. Namun sayang seribu sayang, sumber orang-orang semacam ini kebanyakan merujuk pada perkataan orientalis barat yang ingin menghancurkan agama ini. Mereka berusaha mengutak-atik dalil atau perkataan para ulama yang sesuai dengan hawa nafsunya. Mereka bukan karena ingin mencari kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya, namun sekedar mengikuti hawa nafsu. Jika sesuai dengan pikiran mereka yang sudah terkotori dengan paham orientalis, barulah mereka ambil. Namun jika tidak bersesuaian dengan hawa nafsu mereka, mereka akan tolak mentah-mentah. Ya Allah, tunjukilah kami kepada kebenaran dari berbagai jalan yang diperselisihkan –dengan izin-Mu-

Semoga dengan berbagai fatwa dari ulama yang mumpuni, kita mendapat titik terang mengenai permasalahan ini.

Fatwa Pertama: Mengucapkan Selamat Natal dan Merayakan Natal Bersama

Berikut adalah fatwa ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404.

Beliau rahimahullah pernah ditanya,

“Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”

Beliau rahimahullah menjawab:

Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah.

Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan.

Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah-

Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,


إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ

“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (Qs. Az Zumar [39]: 7)

Allah Ta’ala juga berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Qs. Al Maidah [5]: 3)


Apakah Perlu Membalas Ucapan Selamat Natal?

Memberi ucapan selamat semacam ini pada mereka adalah sesuatu yang diharamkan, baik mereka adalah rekan bisnis ataukah tidak. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka pada kita, maka tidak perlu kita jawab karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala.

Hari raya tersebut boleh jadi hari raya yang dibuat-buat oleh mereka (baca : bid’ah). Atau mungkin juga hari raya tersebut disyariatkan, namun setelah Islam datang, ajaran mereka dihapus dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam ini adalah ajaran untuk seluruh makhluk.

Mengenai agama Islam yang mulia ini, Allah Ta’ala sendiri berfirman,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Qs. Ali Imron [3]: 85)


Bagaimana Jika Menghadiri Perayaan Natal?

Adapun seorang muslim memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut.


Bagaimana Hukum Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal?

Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan (yang disimbolkan dengan ’santa clause’ yang berseragam merah-putih, lalu membagi-bagikan hadiah, pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena bertepatan dengan hari natal). Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim mengatakan, “Menyerupai orang kafir dalam sebagian hari raya mereka bisa menyebabkan hati mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka lakukan. Bisa jadi hal itu akan mendatangkan keuntungan pada mereka karena ini berarti memberi kesempatan pada mereka untuk menghinakan kaum muslimin.” -Demikian perkataan Syaikhul Islam-

Barangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini maka dia berdosa, baik dia melakukannya karena alasan ingin ramah dengan mereka, atau supaya ingin mengikat persahabatan, atau karena malu atau sebab lainnya. Perbuatan seperti ini termasuk cari muka (menjilat), namun agama Allah yang jadi korban. Ini juga akan menyebabkan hati orang kafir semakin kuat dan mereka akan semakin bangga dengan agama mereka.

Allah-lah tempat kita meminta. Semoga Allah memuliakan kaum muslimin dengan agama mereka. Semoga Allah memberikan keistiqomahan pada kita dalam agama ini. Semoga Allah menolong kaum muslimin atas musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Mulia.

Baca selengkapnya: http://moslemsunnah.wordpress.com/2009/12/14/bolehkah-seorang-muslim-mengucapkan-selamat-natal/

Akibat Kata Nanti...Nanti Dan Nanti...

19:38
Di antara hal yang dapat membinasakan anak cucu Adam adalah perbuatan menunda-nunda. Orang bijak berkata, "Barangsiapa yang menanam benih 'nanti', maka akan tumbuh sebuah tanaman bernama 'mudah-mudahan', yang memiliki buah bernama 'seandainya', yang rasanya adalah 'kegagalan dan penyesalan'."
Jadi, apabila Anda melihat seorang pemuda yang mengatakan, "Nanti, nanti." Maka cucilah kedua tangan Anda dari dirinya. Ketahuilah bahwa ia nanti akan berganti-ganti tempat.

Anda mungkin pernah mengenal seseorang, yang ketika Anda berkata kepadanya, "Tidakkah kamu menghapal Al Qur'an?" Ia katakan, "Akan saya hapal nanti, insya Allah." Kalaulah Perang Dunia III berkecamuk, pastilah Al Qur'an masih belum dihapalnya. Bahkan sampai ia mati pun, Al Qur'an masih belum dihapalnya juga.

Atau Anda berkata kepadanya, "Mengapa Anda tidak sungguh-sungguh belajar?" Ia katakan, "Sekarang masih awal-awal semester, nantilah menjelang mid test." Mid test pun tiba dan ia belum juga mengulangi pelajarannya. Ia kembali berkata, "Nantilah kalau final test sudah dekat, aku sulit konsentrasi belajar kalau ujian belum di ambang pintu." Ujian akhir pun tiba, tapi tidak ada yang bisa ia lakukakan selain duduk terpaku memandangi tumpukan buku di hadapannya.
Benar seperti apa yang dikatakan oleh seorang penyair,

"Waktu itu laksana pedang, jika Anda tidak memanfaatkannya, maka dia akan menebas Anda."

Disebutkan Ibnu Mubarak—rahimahullah—dalam kitab Az-Zuhd bahwa ada sebagian ulama tabi'in yang berkata, "Ketika sakaratul maut datang, kata-kata 'nanti' pasti akan membuat kalian menyesal."

Allah mengungkapkan aib musuh-musuh-Nya di dalam Al Qur'an. Firman-Nya:
"Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)." (QS. Al Hijr: 3).

Sebagian ahli tafsir mengatakan, "Sebab mereka dulunya selalu menggunakan kata-kata 'nanti'."
Artinya, nanti akan saya lakukan, nanti akan saya hapal, nanti akan saya pelajari. Akhirnya Allah balas mereka dengan hal serupa.

NILAI SEBUAH WAKTU
- Menurut Al Qur'an
Allah shubhaana wa ta'ala telah bersumpah dengan waktu-waktu tertentu dalam beberapa surah Al Qur'an, seperti al-lail (waktu malam), an-nahâr (waktu siang), al fajr (waktu fajar), adh-dhuhâ (waktu matahari sepenggalahan naik), al 'ash (masa). Sebagaimana firman Allah shubhaana wa ta'ala,
"Demi malam apabila menutupi (cahaya) siang, dan siang apabila terang benderang." (QS. Al-Lail: 1-2).
"Demi fajar dan malam yang sepuluh." (QS. Al Fajr: 1-2).
"Demi waktu matahari sepenggalan naik. Dan demi malam apabila telah sunyi." (QS. Adh-Dhuhâ: 1-2).
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian." (QS. Al 'Ashr: 1-2).

Ketika Allah shubhaana wa ta'ala bersumpah dengan sesuatu dari makhluk-Nya, maka hal itu menunjukkan urgensi dan keagungan hal tersebut. Dan agar manusia mengalihkan perhatian mereka kepadanya sekaligus mengingatkan akan manfaatnya yang besar.

- Menurut Sunnah
Seluruh manusia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap nikmat waktu yang telah Allah berikan kepadanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ia ditanya tentang empat perkara; Tentang badannya, untuk apa ia gunakan, tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan, dan tentang ilmunya bagaimana ia beramal dengannya." (HR. Tirmidzi, dihasankan oleh Syekh Al Albani).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah mengabarkan bahwasanya waktu adalah salah satu nikmat di antara nikmat-nikmat Allah kepada hamba-hamba-Nya yang harus disyukuri. Jika tidak, maka nikmat tersebut akan diangkat dan pergi meninggal pemiliknya.

Manifestasi dari syukur nikmat adalah dengan memanfaatkannya dalam ketaatan dan amal-amal shaleh. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Ada dua nikmat yang kebanyakan orang merugi padanya ; waktu luang dan kesehatan." (HR. Bukhâri).

WAKTU LUANG, MANFAATKANLAH!
Waktu luang adalah salah satu nikmat yang banyak dilalaikan oleh manusia. Maka Anda akan melihat mereka menyia-nyiakannya dan tidak mensyukurinya. Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda,

"Gunakanlah lima perkara sebelum datang yang lima; masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, waktu kayamu sebelum datang waktu miskinmu, waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang ajalmu." (HR. Hâkim, dishahihkan oleh Al Albâni).

5 KIAT MENJAGA WAKTU
1. Introspeksi diri
Tanyakan pada diri Anda; Apa yang telah Anda lakukan pada hari ini? Di mana Anda memanfaatkan waktu Anda? Dalam hal apa Anda menghabiskan waktu Anda? Bertambahkah amal baik Anda hari ini ataukah justru amal buruk Anda yang bertambah? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan mambantu Anda untuk tidak menyia-nyiakan waktu luang Anda.

2. Camkan, waktu yang berlalu tak mungkin kembali!
Hari-hari akan pergi. Setiap waktu akan berlalu. Setiap kesempatan akan tertutup. Tak mungkin mengembalikan dan menggantikannya. Inilah makna perkataan Al Hasan—rahimahullah, "Tiada hari yang berlalu atas anak Adam kecuali ia akan berkata, "Wahai Anak Adam! Aku adalah hari yang baru, dan atas segala perbuatanmu ada saksi. Apabila aku meninggalkanmu, maka aku tidak akan pernah kembali kepadamu. Maka kerjakanlah apa yang kau kehendaki, engkau akan mendapatkannya di sisimu. Dan tundalah apa yang engkau kehendaki, maka ia tidak akan pernah kembali selamanya."

3. Ingat saat Kematian Menjelang
Ingatlah ketika manusia akan beranjak meninggalkan dunia dan di hadapannya terhampar alam akhirat. Kala itu ia berangan, kalaulah ia diberikan perpanjangan umur untuk memperbaiki apa-apa yang telah ia rusak dari kehidupannya, dan untuk mengejar apa-apa yang telah ia lewatkan dalam kehidupannya. Akan tetapi, tutuplah rapat-rapat angan-angan kosong ini. Kesempatan beramal telah berakhir dan telah datang hari perhitungan dan pembalasan.

4. Jauhi berteman dengan orang-orang yang menyia-nyiakan waktu
Berteman dengan orang-orang malas dan berbaur dengan orang-orang yang biasa menyia-nyiakan waktunya akan berpengaruh terhadap tindakan dan perbuatan Anda. Abdullah bin Mas'ud berkata, "Kenalilah seseorang dengan melihat dengan siapa ia berteman, karena orang yang menemaninya adalah semisal dengannya."

5. Ingatlah bahwa Anda akan ditanya tentang waktu Anda di hari kiamat
Ketika manusia berdiri di hadapan Rabb-nya pada hari itu, lalu ia ditanya tentang umurnya, bagaimana ia menghabiskannya? Di mana ia manfaatkan? Dalam hal apa ia gunakan?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak akan bergeser kaki seorang hamba sampai ia ditanya tentang lima perkara. Tentang umurnya, di mana ia habiskan? Tentang masa mudanya, dalam hal apa ia habiskan?...."
Maka seyogyanya bagi orang-orang yang berakal memanfaatkan waktu luangnya dengan perkara-perkara yang baik. Jika tidak, maka nikmat tersebut akan berubah menjadi bencana.
Wallahu Waliyyuttaufiq

dari http://wahdah.or.id/
 
Copyright © Fathul dot Com. Designed by OddThemes